terhenti di detak jarum jam
detik berketuk
kala fikir terombang
rasa kalut terpercik bimbang
bersembunyi
di dalam raguku
entah
mengapa suasana membiru
lantunan
sayup sepi keras bergemuru
sadar
kau dan hari kala itu bertamu
akankah waktu itu dapat ku kunjungi ?,
saat berbalas risau dalam diri
layakkah harapku berkesempatan ?,
saat keyakinan sudah bermetamorfosis sebagai penyesalan…
Berada
dalam bumi genggaman Tuhanmu. Berpijak di
harta sang Penciptamu. Haturkan ribu harap untuk sang Maha Kuasamu. Bertutur doa
ucap hati kepada Sang Pengasihmu.
Patutkah
penyesalan dipertanyakan ? Pun jauh melontarkan tanya penyesalan yang
bersinggah belakangan ? Manusiawikah kita mengabaikan saat pantas tak pantas
tersekat waktu patut dipertanyakan…
Menjelang
petang berkamuflaselah diriku menjadi sosok yang baru. Bukan pribadiku, bukan
sifatku, bukan pula identitasku. Berbekal kata dan peka. Bertameng rasa semu lalu
aku ketuk hati dan emosionalku. Mencari percakapan yang terjadi malam itu, kemudian
aku pangku laptop hitamku. Menyusun bantal bak orang dewasa yang hendak
beristirahat sambil membaca buku, sampai tergerak tangan untuk unggah lagu yang
membantu menuntunku masuk ke dalam dunia itu. Aku ubah suasana ruang istirahat
ini menjadi panggung pentas drama kataku.
Saat
fikirku berjalan, tak sedikitpun perasan aku gunakan. Tak tahu, kenapa bisa aku
hiraukan…
Sampailah dimana aku bertemu dengan jiwa yang baru itu. Bercerita kata yang ku baca pada emosional ku. Sosok yang baru telah diperankan, hingga ia sampaikan bagaimana rasa itu tiba.
Bercerita kita, bersuka cita, dan tertawa bersama. Kala itu masih ku kenal kau sebagai teman baruku. beriring rotasi dan revolusi bumi, yang aku tahu temanku yakni telah dipatenkan sendiri olehku menjadi sahabatku, lalu mengapa berputar pula rasamu. Kau ciptakan percakapan yang dengan cepat aku alihkan, dan tak seharusnya aku hiraukan. Bukan tanpa alasan, melainkan ada seseorang yang lebih dahulu bercengkraman. Mungkin, kau mengurungkan niat agar kau tak merasakan jauh lebih dalam bagaimana rasanya dikecewakan. Terlebih lagi kau menanti hingga akhirnya kesempatan itu kembali, membangun puing harapan lalu-mu hingga kau masih bersedia untuk aku kecewakan, lagi.
Rotasi dan
revolusi bumi masih terjadi, hingga sebab akibatpun aku pahami. Saat semua baru
aku sadari, kau yang pernah dikecewakan, membuatku memilih untuk lebih
diyakinkan.
Tiba dimana
kebimbanganku tak tahu harus ku tuntun kemana. Gelisah aku bercerita kepada
mereka berdua. Hingga aku tak tahu meluapkan ini kemana lagi, dan aku gencar
mencari. Mencari rasa yang dulu aku abaikan, dimana aku tak tahu persimpangan
mana yang engkau temukan saat aku mulai sedikit untuk mengharapkan. Namun segera
saat ku hendak bertahan, aku terpaksa melontarkan senyuman.
Senyum yang
menyegerakan kita untuk berteman atas jawaban dari semua keraguan.
nafasku terhela ketika aku bangun dari diri yang baru.berharap diri yang sudah aku masuki menjadi pribadi yang lebih menghargai.
dedicated for D. posted for E.
Saat engkau diragukan, maka engkau diminta segera
untuk mendekatkan
diri dan berharap kepada Tuhan.