Jumat, 03 Oktober 2014


Allah Swt. mengawasi perjalanan seorang hamba yang menuju kepada-Nya secara terus menerus, memenuhi hati dengan keagungan Allah Swt., mendekat kepada Allah Swt. sambil membawa beban dan pembangkit kesenangan.  Jika hati sudah diisi keagungan Allah Swt., ia akan mengesampingkan pengagungan terhadap selain-Nya dan tidak mau berpaling kepadanya.
Pengagungan ini tidak akan terlupakan jika hati bersama Allah Swt., disamping juga mendatangkan cinta.  Setiap cinta yang tidak disertai pengagungan terhadap kekasih, menjadi sebab yang menjauhkanya dari kekasih.
Dalam derajad ini mengandung lima perkara: Perjalanan kepada Allah Swt., kelanjutan perjalanan ini, hati yang bersama Allah Swt., pengagungan-Nya, dan berpaling dari selain-Nya.
Jika sudah ada kedekatan hati dengan Allah Swt., maka akan menghasilkan kesenangan dan kenikmatan yang tidak bisa diserupakan dengan kesenangan di dunia dan tidak dapat dibandingkan karena ini merupakan salah satu keadaan dari para penghuni surga.  Di antara orang yang memiliki pengetahuan berkata, “Pada saat tertentu dapatku katakan, ‘Sekiranya para penghuni surge seperti keadaan saat ini, tentu mereka dalam kehidupan yang sangat menyenangkan.”  Tidak dapat diragukan bahwa kesengan dan kenikamatan inilah yang membangkitkannya untuk terus mengadakan perjalan menuju Allah Swt., berusaha, dan mencari keridhaan-Nya.  Siapa yang tidak merasakan kesengan dan kenikmatan ini, atau sebagian di antaranya, maka hendaklah mereka mencurigai iman dan amalnya, karena iman itu mempunyai kemanisan.  Siapa yang tidak merasakan manisnya iman, hendakalah kembali untuk mencarinya dengan mencari cahaya agar dapat mendatangkan manisnya iman.  Nabi Saw. telah menyebutkan rasa iman dan cara mendapatkan manisnya iman.  Rasa ini dikaitkan dengan sabda beliau, “Yang dapat menikamati rasa iman adalah yang ridha kepada Allah Swt. sebagai Rabb, kepada Islam sebagai agama dan kepada Muhammad Saw. sebagai rasul.”
Beliau Saw. juga bersabda, “Tiga perkara, siapa yang tiga perkara ini ada pada dirinya maka dia kan merasakan manisnya iman, yaitu siapa yang Allah Swt. dan Rasul-Nya yang lebih dia cintai dari selain keduanya, siapa yang mencintai seseorang yang dia mencintainya hanya karena Allah Swt., dan siapa yang tidak suka kembali kepada kekufuran setelah Allah Swt. menyelamatkannya dari kekufuran itu, sebagaimana dia tidak suka dilemparkan ke neraka.”
Syaikhu’l Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Jika engkau tidak mendapatkan kemanisan dan kesenangan dari suatu amal dari hatimu, maka curigailah ia, karena Allah Swt. adalah penerima rasa syukur.  Artinya, Allah Swt. pasti akan memberi pahala kepada seseorang di dunia karena amalnya, berupa kesenangan dan kegembiraan.  Jika ia tidak merasakannya, berarti amal itu disusupi syaitan.” (Ibnu’l Qayyim Al-Jauzziya, Madariju AS-Salikin Manazilu Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’inu, Juz 2, t.t.: 69-70).


Barangsiapa yang benar dalam Tawakalnya kepada Allah Swt. untuk mendapatkan sesuatu, tentu dia akan  mendapatkannya.  Jika sesuatu yang diinginkannya dicintai dan diridhai Allah Swt., dia akan mendapatkan kesudahan yang terpuji. Jika sesuatu yang diinginkannya itu dibenci Allah Swt., apa yang diperolehnya itu akan membahayakan dirinya.  Jika seseuatu yang diingikannya itu mubah, dia mendapatkan kemaslahatan dirinya dan bukan kemaslahatan tawakalnya, selagi hal itu tidak dimaksudkan untuk ketaatan kepada-Nya. (Ibnu’l Qayyim Al-Jauzziya, Madariju AS-Salikin Manazilu Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’inu, Juz 2, t.t.: 118-119).


(Al-Qur'an Cordoba 'the Amazing' hal:260.  Perjalanan Menuju Allah)